Jumat, 13 September 2013

Flashback Naiknya Harga Kedelai di Negeri yg katanya "Kaya Akan Sumber Daya Alam"


TAHU PONG KU TAK LEZAT LAGI

“Menjadi Indonesia adalah manusia yang bersiap memperbaiki keadaan, tetapi bersiap pula untuk melihat bahwa perbaikan itu tidak akan pernah sempurna dan ikhtiar itu tidak akan pernah selesai  (Goenawan Mohamad-Surat dari dan untuk Pemimpin)”
            Kesejahteraan masih menjadi impian bagi setiap orang, kutipan kata-kata Goenawan Mohamad di atas sangat tepat menggambarkan kondisi industri makanan Indonesia pada saat ini. Adanya lonjakan harga yang sangat tinggi pada sektor pangan khususnya dalam hal ini produksi kedelai membuat sejumlah pedagang menjadi sangat resah setiap harinya.  Sejak perajin tahu dan tempe mogok dan menghentikan produksinya akibat mahalnya harga kedelai, sejumlah pedagang kedelai di pasar tradisional mengalami penuruan omzet hingga 70 persen akibat sepinya pembeli (Sindo, 10 September 2013). Kondisi ini semakin diperparah dengan banyaknya pedagang yang lebih memilih kedelai impor dibandingkan dengan kedelai lokal dan akibatnya ketika tingginya permintaan kedelai impor ini kemudian tidak diimbangi dengan ketersediaan pasokan membuat harga kedelai impor semakin melejit. 
            Kedelai memegang peranan yang cukup besar bagi industri makanan yang ada di Indonesia, olahan dari kedelai yang sangat populer dijumpai di Indonesia adalah tahu dan tempe. Salah satu bentuk olahan kedelai yang sangat terkenal di Semarang adalah tahu pong. Bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Semarang tidak ada salahnya mencicipi tahu pong sebagai salah satu makanan khas di kota ini. Makanan Semarang tempo dulu yang bertahan hingga sekarang ini diberi nama tahu pong bersumber dari istilah Jawa tahu kopong yang berarti tahu kosong.
            Namun bagaimana jadinya jika harga kedelai semakin mahal? Apakah rasa  tahu pong akan selezat dulu ketika harga kedelai belum terlalu mahal? Mungkin kita akan mengatakan buat apa kita memikirkan masalah ini ataupun untuk apa kita terlalu sibuk mengurusi mahalnya harga kedelai di negeri ini. Hanya saja kita perlu berpikir jika mereka, para pedagang  merupakan penompang perekonomian negeri yang katanya kaya akan sumber daya alam ini.
            Kualitas kedelai impor yang lebih baik dari pada kedelai lokal membuat kedelai impor lebih banyak digunakan oleh para pedagang. Sebagai Indonesia kita mungkin akan bertanya-tanya kenapa di negeri yang begitu kaya akan hasil alamnya  ini masih melakukan impor kedelai dari luar. Apakah lahan yang begitu luas itu tidak  cukup untuk mencukupi kebutuhan kedelai di pasaran? Lantas bagaimanakah nasib kedelai lokal yang semakin terabaikan oleh adanya kedelai impor?
            Tahu pong sebagai salah satu makanan khas di tanah diponegoro ini produksinya semakin menurun diakibatkan mahalnya harga kedelai. Mahalnya harga kedelai ini memicu aksi mogok produksi para pedagang tahu pong di kawasan jalan Gajah Mada Semarang (Liputan 6, 12 September 2013). Banyaknya lahan yang mengganggur dan belum bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh para petani menjadi alasan yang kuat  kenapa  pasokan kedelai di Indonesia selalu kurang dan mengakibatkan impor terus dibuka.
          Impor kedelai yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia bukan semata-mata untuk mematikan potensi petani lokal dalam memproduksi kedelai yang ada, impor ini bertujuan untuk mencukupi kekurangan kebutuhan kedelai yang ada di masyarakat. Pemerintah sudah berusaha untuk memperbaiki keadaan yang ada dan tugas kita sebagai seorang Indonesia juga perlu berpikir bahwa perbaikan yang ada tidak akan pernah sempurna  serta ikhtiar itu tidak akan pernah selesai.