Klaim Budaya Indonesia oleh Malaysia (Kajian Kritis Klaim Tari Tor-Tor)[1]
A.
Pendahuluan
“Masyarakat di tanah air kembali heboh dengan perselisihan budaya antara
Malaysia dan Indonesia. Kali ini giliran Tari Tor-Tor dan Gordang Sambilan. Dua
budaya Mandailing ini mendapat rencana
akan diregistrasikan ke dalam warisan budaya Malaysia agar dapat
dilestarikan”[3].
Fenomena
di atas tidak lazim lagi kita temukan sekarang, polemik
Indonesia Malaysia masih terus mencuat akhir-akhir ini. Berbagai media banyak
memberitakan perihal masalah Indonesia Malaysia. Pasalnya Negeri Jiran tersebut
telah melakukan sejumlah pengklaiman budaya Indonesia. Masyarakat di tanah air kembali dibuat gerah
dengan perselisihan budaya antara Malaysia dan Indonesia. Kali ini Negeri Jiran
itu akan mendaftarkan Tari Tor-Tor dan Gordang Sambilan, dua budaya Mandailing,
dalam warisan budaya mereka[4].
Indonesia mempunyai
kekayaan budaya yang berlimpah dari Sabang sampai Merauke. Sedangkan Malaysia
dalam hal budaya tidak seberapa besar kekayaannya, apabila di banding dengan
bangsa sebesar Indonesia[5]. Melihat
kekayaan budaya Indonesia yang begitu besar itulah yang membuat Malaysia mulai
membangun jati dirinya dengan mengambil kebudayaan Indonesia. Dalam kurun waktu
5 tahun terakhir Malaysia sudah 7 kali mengklaim budaya Indonesia sebagai
warisan budaya mereka. Klaim Malaysia dimulai pada November 2007 terhadap
kesenian Reog Ponorogo. Selanjutnya pada Desember 2008, saat itu Malaysia mengklaim
lagu "Rasa Sayange", disusul dengan batik yang diklaim Malaysia pada
Januari 2009. Selanjutnya ada Tari pendet dari Bali dan alat musik angklung
yang juga diklaim oleh mereka[6].
Sebagai masyarakat Indonesia, kita tidak bisa
menutup mata jika Indonesia memiliki
budaya yang sangat banyak. Sedikit mengutip dari Kompasiana, Buku Ilmu
Budaya Dasar Universitas Gunadarma bahwa budaya yang seharusnya jadi kebanggaan
bangsa Indonesia itu terkadang sering dilupakan dengan masuknya budaya modern.
Kebudayaan yang dilupakan oleh
bangsa inilah yang membuat momok besar
bagi Malaysia untuk melakukan sejumlah klaim budaya. Termasuk salah satu
kesempatan besar yang diambil oleh Malaysia adalah Tari Tor-Tor. Berangkat dari
hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengungkapkan misteri dibalik
pengklaiman Tari Tor-Tor ini, sebenarnya apa tujuan Malaysia dibalik
pengkaliman tari Tor-Tor ini? Lantas apa yang menyebabkan
Negeri Jiran tersebut begitu tertarik mengklaim budaya Indonesia? Lalu bagaimanakah
solusi terbaik yang bisa ditawarkan untuk menghadapi polemik Indonesia-Malaysia
ini?
B. Isi
1. Sejarah
Klaim Budaya Indonesia oleh Malaysia
Issue klaim budaya ini sudah dimulai sejak zaman dahulu kala daerah (kawasan Asia
Tenggara terutama termasuk tanah melayu) ini berubah-ubah kekuasaan serta
rajanya. Dahulu ada kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang. Sriwijaya
kekuasaannya meliputi Sumatera Bagian Timur termasuk semenanjung malaka (Malesa
Barat saat ini). Kemudian daerah ini diserang oleh Majapahit. Dan akhirnya daerah
kekuasaan Sriwijaya ini dikuasai Majapahit.
Majapahit
inilah yang sering menjadi lagu dan dongengan serta lamunan indah yang
dibanggakan sebagian rakyat Indonesia bahwa “dahulu” pernah ada kekuasaan
yang pernah besar menguasai Asia tenggara hingga Filipina dan berpusat
di Jawa. Sementara di sisi lain di Sriwijaya sendiri Pangeran Sriwijaya
Parameswara dengan para pengikutnya juga mendirikan kerajaan Melaka membentuk
kesultanan Melaka. Ketika Kasultanan itu berkembang, Majapahit sudah mulai
memudar sekitar 1400-an. Pusat Melaka ini ada di Negeri Melaka saat ini.
Kesultanan Melaka inilah yang selalu menjadi dongengan indah dan manis
bagi Rakyat Malesa saat ini[7].
Saling
klaim daerah ini sudah ada sejak zaman raja-raja dahulu. Sangat wajar kalau ada
sedikit kekesalan Sultan Melaka yang terusir dari Sriwijaya yang berpusat di
Palembang ini. Jadi, sewajarnya kita sebagai bangsa Indonesia tidak perlu heran
lagi jika sekarang sedang maraknya pengklaiman budaya yang dilakukan oleh
Negeri Jiran tersebut. Karena pengklaiman tersebut sudah terjadi sejak zaman
nenek moyang kita hidup dan sebenarnya Malesa sedang melakukan proyek utama
untuk mencari jati diri mereka apakah akan menjadi bangsa Melayu, Bangsa India
atau Bangsa China. Hanya waktulah yang akan menjawab semua itu.
2.
Penyebab Terjadinya Klaim Tari Tor-Tor
Dibalik pengklaiman tari Tor-Tor yang dilakukan oleh Malaysia itu
sendiri, ternyata hanya ada empat akar permasalahan yang memicu terjadinya
klaim budaya tersebut. Pertama Malaysia merupakan negeri yang sedang mencari jati diri budayanya. Dalam kurun sepuluh tahun terakhir ini Malesa
memang sedang “moncer” kata orang jawa, bahasa gaulnya sedang jadi “belalang”
alias “naik daun“. Namun karena memang secara sejarah Malesa tidak memiliki
hal yang khusus maka Malesa pun harus memulai dengan mencari jati dirinya
dengan mencoba mengklaim sana-sini.
Kedua Malesa masih menggunakan cara lama untuk “mendekatkan diri”
dengan Indonesia, mereka menarik minat dengan merayu menggunakan issue serumpun
(melayu) dan seiman (muslim). Malaysia telah mengetahui kelemahan
Indonesia yakni tidak kuat menjaga identitas Melayu. Karena itu, Malaysia
dengan mudah mengakui budaya Indonesia sebagai bagian budaya negaranya.
Ketiga pemerintah indonesia baru bertindak setelah kebudayaannya diklaim
oleh negara lain dan keempat
sebagian besar masyarakat Indonesia belum menjadikan usaha menjaga dan
melestarikan sebagai sebuah kebutuhan. Misalnya, saat kita berusaha untuk
melestarikan tari Tor-Tor di masyarakat, kita juga harus mengetahui asal-usul
sejarah tari Tor-Tor tersebut dan mengetahui makna yang terkandung di dalam
tarian tersebut. Dengan demikian, masyarakat akan teredukasi dengan baik soal kekayaan
budaya yang dimiliki.
Dari keempat akar permasalahan
pengklaiman tersebut, Malaysia sebenarnya memiliki tujuan lain dibalik semua
itu. Jika kita melakukan analisa, Malaysia
melakukan klaim tari Tor-Tor ini, sepertinya sangat hati-hati sekali. Hal itu
terlihat dari prosedur yang diterapkan sebelum mengklaim. Malaysia membuat
sejumlah jadwal yang rutin, konsisten, dan terjadwal dengan baik. Sehingga,
targetnya Malaysia bisa mempromosikan kegiatan seni dan budaya tersebut untuk menggaet
turis asing ke negaranya. Karena logikanya begini, ketika turis dari berbagai
penjuru dunia ingin menyaksikan pertunjukan budaya dari berbagai suku bangsa,
terutama di wilayah Asia atau Asia Tenggara, maka belum tentu turis itu bisa
menemukan pertunjukan yang ingin ditonton itu di negara asal pemilik budaya
itu, misalnya Indonesia. Bisa saja di
negara asalnya, pertunjukan budaya itu tidak dilakukan dengan rutin, tidak ada jadwal pertunjukan yang pasti, dan
tidak ada informasi dan promosi
yang memadai.
Solusi
untuk Mengatasi Pengklaiman Tari Tor-Tor
Terkait dengan klaim tari Tor-Tor
oleh Malaysia, tidak ada cara lain yang bisa kita tempuh untuk menyelamatkan
kesenian asal Mandailing tersebut. Peran generasi muda sebagai penyelamat
budaya dalam hal ini sangat dibutuhkan, karena dengan ide-ide yang kreatif dan
cemerlang tersebut para generasi muda mampu membantu pemerintah dalam
menyelesaikan kasus klaim tari Tor-Tor ini. Tapi anehnya, sebagai anak
bangsa kadang kita tidak mengetahui dan kadang melupakan kebudayaan sendiri,
sementara orang luar negeri malah tertarik dengan kebudayaan Indonesia yang
unik, menarik dan khas. Hal inilah yang terkadang membuat rasa solidaritas diantara
generasi muda kian menurun. Pudarnya nilai solidaritas inilah yang sering
membuat kebudayaan kita sering diklaim oleh bangsa lain. Sebenarnya jika kita
lebih bisa mencintai dan mengenal Indonesia lebih dekat lagi maka tidak akan
terjadi hal seperti ini dan Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan
keanekaragaman flora dan fauna serta hasil tambang dan hasil alam yang
berlimpah dan ada yang menyebut negara Indonesia sebagai pulau Atlantis. Untuk
itulah sudah seharusnya generasi muda yang meneruskan budaya yang sudah mulai
terlupakan tersebut, dalam hal ini adalah tari Tor-Tor.
Dalam menanggapi kasus klaim tari Tor-Tor ini, pemerintah Indonesia harus
segera membuat suatu Undang-Undang yang mengatur mengenai kebudayaan
tradisional agar dapat
melindungi aset kebudayaan tradisional milik Indonesia khususnya dalam hal ini
adalah Tari Tor-Tor sehingga tidak diklaim oleh pihak lain. Dengan adanya
pengukuhan didalam suatu Undang-Undang maka kebudayaan tersebut telah memiliki
legitimasi hukum yang kuat. Peran
generasi muda dalam hal ini sangat dibutuhkan untuk mensosialisasikan
Undang-Undang kebudayaan yang telah dibentuk oleh Pemerintah tersebut.
Banyak sekali kebudayaan yang sangat unik dan
menarik dari Indonesia. Sebagai negara kepulauan dengan banyak provinsi dari
Sabang hingga Merauke. Negara tercinta Indonesia patut bangga dengan keanekaragaman
seni dan budaya yang tersebar di setiap daerah dan provinsi, tetapi keberagaman budaya ini tentunya tidak
akan mengurangi semangat solidaritas diantara para pemuda. Budaya Indonesia merupakan salah satu
bentuk kepribadian bangsa kita. Pendeknya jika bangsa Indonesia tercerai berai
maka budaya Indonesia tidak akan bisa terbentuk dan bersatu. Begitu pula
kepribadian Indonesia lama-lama akan terhapus. Apabila para pemuda di setiap daerah yang ada di
Indonesia bersatu untuk mendukung kegiatan sosialisasi ini maka kasus klaim
budaya seperti ini tidak akan terjadi lagi diantara Indonesia dan Malaysia.
Kegiatan sosialisasi dari Undang-Undang kebudayaan ini
dapat dilakukan oleh para pemuda melalui pembentukan media komunikasi diantara
kedua negara Indonesia dan Malaysia. Media komunikasi tersebut nantinya
dibentuk sebagai semacam
media untuk berkomunikasi di antara kedua negara sehingga jika ada
masalah-masalah budaya bisa dibicarakan secara lebih intensif, lebih langsung,
dan lebih bersahabat. Dengan begitu, tidak menimbulkan kesalahpahaman atau
letupan-letupan di kalangan masyarakat yang mungkin ada salah pengertian
mengenai masalah itu. Media komunikasi yang digagas itu di antaranya
menghidupkan kembali acara titian muhibah yang sebelumnya pernah
diselenggarakan kedua negara. Siaran berita kedua negara pun digagas dihidupkan
kembali agar bisa mempererat tali persaudaraan di antara ke dua negara tersebut.
Sebenarnya perselisihan antara kedua negara tersebut sangat tidak diinginkan
oleh kita para generasi muda, karena hanya akan menimbulkan perpecahan kedua
bangsa. Untuk itulah adanya media komunikasi merupakan solusi yang tepat dan diharapkan
mampu menumbuhkan semangat solidaritas kedua bangsa melalui peran pemudanya.
Para pemuda juga dapat mengambil peran melalui acara titian muhibah yang
diselenggarakan oleh kedua negara, sehingga acara yang dibawakan bisa dikemas
dengan semenarik mungkin dan tidak meninggalkan kesan bosan bagi para pemuda
zaman sekarang. Acara titian muhibah tersebut tidak hanya berupa siaran berita antar kedua negara tetapi juga sebagai bentuk acara hiburan suatu acara hiburan yang menampilkan penyanyi
Indonesia dan Malaysia. Pada acara itu, penyiar televisi dari dua negara
bisa saling berkomunikasi secara langsung. Indonesia menampilkan para
penyanyi yang terkenal tidak saja di Tanah Air, tetapi juga di Malaysia.
Malaysia juga menghadirkan penyanyinya yang dikenal luas di Indonesia.
Benar-benar suatu titian muhibah. Bangsa serumpun bisa tampil menghibur
bersama-sama. Dengan begitu para pemuda akan lebih mengetahui kebudayaan
negaranya sendiri dan lebih mencintai solidaritas antar kedua bangsa. Dengan
adanya dua solusi tersebut, ada baiknya kita berpikir jika klaim budaya ini
merupakan moment positif untuk menumbuhkan semangat solidaritas antar kedua
bangsa.
Kesimpulan
1. Akar
permasalahan yang menyebabkan terjadinya pengklaiman tari Tor-Tor oleh Malaysia
yaitu: Malaysia merupakan negeri yang sedang mencari jati diri budayanya,
alasan serumpun dan seiman (muslim), Indonesia baru bertindak setelah diklaim,
dan masyarakat Indonesia tidak menjadikan budaya sebagai suatu kebutuhan. Dan
tujuan dari pengklaiman oleh Malaysia tersebut tidak lain untuk mendapatkan
keuntungan dengan menggaet wisatawan asing ke ngerinya .
2.Solusi yang
tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah penggagasan media komunikasi
Indonesia-Malaysia dan pembuataan Undang-Undang Kebudayaan sebagai legitimasi
hukum yang kuat.
[1] Diajukan
untuk Essay Writing Competition OIS 2012
[2] Siswa-siswi
SMAN 2 SEKAYU, KAB.MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN
[3] Diakses dari http://news.viva.co.id/news/read/326664-deretan-perseteruan-budaya-indonesia-malaysia,
14 Juli 2012.
[4]Diakses dari http://www.merdeka.com/peristiwa/mengapa-malaysia-kepincut-tari-tor-tor.html,
2 Juli 2012.
[6] Diakses dari : http://edukasi.kompas.com/read/2012/06/19/1747119/Dalam.5.Tahun.Malaysia.7.Kali. Klaim.Budaya.Indonesia 4 juli 2012.
[7]
I Wayan Badrika, Sejarah untuk SMA Kelas
XI Program Ilmu Alam, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2006, hlm.47.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar