Kajian Internasional : Solusi Penyelesaian Sengketa Laut Cina Selatan[1]
Oleh : Oktovia Rezki N.H [2]
A.
Pendahuluan
South China Sea is one source conflict in the world. Some state in
around the sea try to claim the sea. Not only connected water area of states but
also connected more of wide interest include economic interest. South China Sea
is predicated has earth wealth especially as oil and earth gas sources. Some
state which they claim existention of the sea are China, Taiwan, Vietnam,
Philipina and other state especially states in ASEAN.[3]
Beberapa media akhir-akhir ini banyak yang
memberitakan konflik di antara China dan beberapa negara di kawasan ASEAN. Hari
demi hari konflik ini kian memanas, pasalnya negeri tirai bambu itu menjadi
negara yang paling bernafsu memiliki kekuasaan atas wilayah Laut China Selatan.
Kekayaan alam yang dikandung oleh Laut China Selatan, menjadi penyebab utama
perebutan wilayah ini. Demikian diberitakan BBC, Selasa (21/8/2012).
Over the past few years we have observed that
China’s activities in South China Sea region have increased, both in frequency and
intansity. It is safe to assume that China is aware that incidents have garnered worldwide
attention and are therefore reckless unless implemented in tandem with
political manouvering.
Wilayah yang diperebutkan dalam konflik Laut China Selatan bukan
hanya wilayah lautnya. Dua pulau, yakni Pulau Spratly dan Pulau Paracels
menjadi inti dari konflik wilayah perairan ini. Kedua pulau tersebut diklaim oleh hampir seluru pengklaim dari
Laut China Selatan. Beberapa negara yang berusaha untuk memperebutkan
hak kepemilikan atas kedua pulau ini adalah China, Vietnam, Malaysia, Brunei
Darussalam, dan Filipina.
Alasan logis kenapa negara-negara tersebut
berlomba-lomba untuk mendapatkan kedaulatan di kawasan laut ini karena memang di kawasan ini tersimpan
sejumlah alasan kuat untuk diperebutkan. Sebut saja kandungan gas alam dan
minyak bumi yang demikian melimpah tentulah akan menjadi keuntungan besar bagi
pemenang dari konflik berkepanjangan ini. Selain itu, lautan ini merupakan
salah satu perairan yang paling sibuk di dunia. Hampir setengah kapal-kapal
dunia melalui Laut Cina Selatan yang merupakan penghubung penting perdagangan
Asia dan Eropa. Sebagian besar diantara kapal-kapal tersebut berlayar dari
kawasan Timur Tengah membawa muatan minyak bumi.[4]
Klaim yang tumpang tindih semakin meningkat selama terjadi krisis
minyak tahun 1973 dan berlakunya UNCLOS secara efektif menyebabkan munculnya
konflik dan gesekan militer diantara mereka yang bersengketa. Oleh karena itu
Laut China Selatan merupakan salah satu area panas di dunia saat ini.
Selama ASEAN belum mampu mengatur suatu rumusan
mekanisme resolusi bagi penyelesaian sengketa di perairan Laut China
Selatan,maka potensi konflik kelihatannya sulit dihindari. China bahkan mengklaim sebagian besar perairan
tersebut ,yang menimbulkan bentrokan dengan beberapa negara lain di
kawasan itu seperti Philipina,Vietnam,Brunai Darussalam dan lainnya. Sebenarnya apakah yang menjadi penyebab negara-negara
tersebut begitu bersemangat dalam mendapatkan kepemilikan atas pulau-pulau ini?
Apakah sebenarnya konflik yang terjadi hanyalah sebuah manuver politik China
saja untuk mendapatkan pulau-pulau ini? Lalu apakah solusi terbaik yang bisa di
ambil dalam menyelesaikan konflik ini?
B. Isi
1. Sejarah Terjadinya Konflik Klaim Pulau Spratly dan Pulau Paracel
China mendeklarasikan memiliki
bagian terbesar teritori Laut China Selatan, mencakup ratusan kilometer di
selatan dan timur Hainan, provinsi paling selatan negara itu. China mengklaim
berhak berdasarkan sejarah berusia dua ribu tahun yang menyatakan Paracel dan
Spratly sebagai bagian integral bangsa China. Pada tahun 1947 China menerbitkan
sebuah peta yang memerinci klaim wilayahnya, tentu saja menyertakan kedua kepulauan
tersebut.
Taiwan, yang memiliki nama resmi
Republik China, juga mengklaim Paracel dan Spratly sebagai bagian teritorinya
dengan alasan historis yang sama.
Vietnam jelas menentang klaim
peta China tersebut. Vietnam berpendapat China tidak pernah menyatakan
kedaulatannya di kedua kepulauan tersebut sebelum tahun 1940-an. Sama seperti
China dan Taiwan, Vietnam bersikeras Paracel dan Spratly ada di teritorinya.
Vietnam menyatakan memiliki dokumen-dokumen yang membuktikan telah berkuasa di
Paracel dan Spratly sejak abad ke-17.
Sedangkan Filipina hanya
menginginkan Spratly. Yang kerap menjadi sengketa adalah Beting Scarborough,
berjarak 160 km dari pulau terluar Filipina dan sekitar 800 km dari daratan
terdekat China.
Berdasarkan
Konvemsi PBB tentang Hukum Laut yang menetapkan zona ekonomi eksklusif tidak
boleh melebihi 200 mil laut (sekitar 321 km) dari garis pangkal pengukuran
lebar laut teritorial , Malaysia dan Brunei Darussalam mengklaim memiliki
beberapa pulau kecil di gugus Spratly. Militer Malaysia telah menduduki
tiga pulau kecil di gugus kepulauan tersebut, sedangkan Brunei menyatakan
memiliki bagian terselatan Spratly.
Alasan utama sengketa perebutan
wilayah Laut China Selatan adalah kandungan gas alam dan minyak buminya. China
menerbitkan estimasi tertinggi, menyatakan Paracel dan Spratly mungkin
mengandung 213 miliar barel minyak bumi. Angka ini sekitar tujuh kali lipat
perkiraan para peneliti Amerika Serikat. Gas alamnya pun melimpah. Menurut
Administrasi Informasi Energi Amerika Serikat, Laut China Selatan memiliki
sekitar 25 triliun meter kubik gas alam, sama besar dengan cadangan gas alam
Qatar. Belum lagi kekayaan ekosistem perairannya. Selain itu,
lebih dari 50 persen perdagangan dunia melewati Laut China Selatan. Lokasinya
pun strategis untuk pos pertahanan militer.
Urusan tuduh-menuduh bukan hal
baru dalam sejarah sengketa Laut China Selatan. Tahun lalu Filipina menuduh
China masuk tanpa izin ke wilayah perairannya dan mencoba mengganggu sebuah
eksplorasi minyak bumi lepas pantai di dekat Pulau Palawan. Filipina juga
menuduh China mencoba membangun pertahanan militer di Spratly.
Vietnam juga pernah menuduh China mencoba
menyabotase dua operasi eksplorasi Vietnam. Tuduhan ini memicu protes
anti-China di jalan-jalan di Hanoi dan Ho Chi Minh. Sebaliknya, China menuduh
Vietnam memprovokasinya karena pernah melakukan latihan menembak di salah satu
pesisirnya. Jadi tidak kita seharusnya tidak heran lagi jika
konflik ini sekarang kian memanas karena sebenarnya konflik saling klaim
wilayah ini sudah lama terjadi dan bukan merupakan sesuatu yang baru.
2. Penyebab Spratly dan
Paracel Diperebutkan
Dari semua sengketa barangkali yang menarik ialah Kep Spratly.
Kenapa demikian, betapa geografisnya memiliki leverage dibanding pulau-pulau
lain. Artinya selain merupakan jalur perairan internasional, ia dianggap
strategis dari aspek pertahanan karena geo-possition dan yang utama ialah
kandungan sumber daya alam (SDA) berupa minyak dan gas alam. Lebih signifikan
sebenarnya dari kajian geopolitik, artinya jika menguasai Spratly berarti akan
mengontrol lintasan rute pelayaran antara Pasifik atau Asia Timur menuju Lautan
Hindia.
Penemuan minyak dan gas bumi pertama di kepulauan ini tahun 1968.
Perkiraan kandungan minyak di Kep Spartly ialah 10 milyar ton
(International Herald Tribune, 3 Juni 1995), tetapi The Geology and Mineral
Resources Ministry of the People's Republic of China memperkirakan
kandungannya sekitar 17,7 miliar ton.
Lain Spratly lain pula leverage Kep Paracel. Meski daratannya
berkarang lagi tandus, namun urgendi Cina atas kepulauan tersebut tak kalah
penting dibanding Spratly. Oleh karena dari aspek keamanan bisa mengawasi gerak
navigasi di bagian utara Laut Cina Selatan. Secara geostrategi, menguasai dua
kepulauan tersebut bisa menjadi “batu loncatan” menyerang Daratan Asia.
Tatkala Cina menerbitkan kebijakan ”Empat Modernisasi” Era 1978-an
bidang administrasi, politik, ekonomi, dan pasar keuangan. Sepertinya harus
dibarengi hasrat menjadi kekuatan maritim yang dominan di Laut Cina Selatan.
Maka semenjak itulah Laut Cina Selatan, di mata Negeri Tirai Bambu menjadi
kawasan strategis bernilai politis dan ekonomis sebab 80% impor minyaknya
melalui jalur ini. Disini tersirat makna bahwa selain terkandung potensi
konflik tinggi terkait distribusi minyak, mengharuskan ia mutlak bekerjasama
dengan negara-negara lain di sekitar kawasan. Singkat kata bahwa Kepulauan Spratly dan Paracel menjadi rebutan berbagai negara karena faktor
geopolitik, baik berupa kandungan minyak dan gas bumi maupun geostrategy
possition di jalur perairan internasional.
C.
Solusi Penyelesaian Konflik
Melihat begitu peliknya kasus laut china selatan ini,
sebelum terjadinya masalah yang begitu besar dan bisa menelan korban jiwa maka
perlu adanya suatu kebijakan untuk menjadikan wilayah Pulau Spartly dan Pulau
Paracel sebagai wilayah buffer state atau wilayah penyanggah.
Dengan dijadikannya Pulau Spartly dan Pulau Paracel
sebagai wilayah buffer state maka ini akan berfungsi untuk memisahkan
negara-negara tersebut akan terjadinya perang. Konflik laut china selatan ini
jika dibiarkan begitu saja dapat menyulut konflik yang lebih besar lagi, oleh
karena itu penetapan buffer state bagi Pulau Spartly dan Pulau Paracel ini
sangat tepat dilakukan apabila tetap ingin menjaga kestabilan dan kedamaian dunia
ini. Tidak ada cara lain yang bisa dilakukan selain penetapan wilayah kedua
pulau ini sebagai wilayah buffer state. Peran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
dalam hal ini sangat dibutuhkan, karena PBB memiliki andil besar untuk
mengurusi masalah internasional ini. Dengan ditetapkannya Pulau Spartly dan
Pulau Paracel sebagai wilayah buffer state maka tidak akan ada lagi konflik di
antara negara-negara di kawasan ASEAN dan China.
Potensi sumber daya alam yang ada di kedua pulau ini
nantinya akan ditangani oleh PBB , para generasi muda mengambil andil besar
untuk mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Melalui UNESCO
generasi muda mendirikan pusat penelitian dan pengembangan di kedua pulau ini.
Mereka nantinya akan melakukan penelitian di kedua pulau ini untuk
mengembangkan potensi alam yang ada. Dengan semangat dan pemikirannya yang
cerdas generasi muda mampu mengolah potensi sumber daya alam di pulau ini. Hasil
dari sumber daya alam yang dikelola oleh generasi muda ini akan dikelola oleh IBRD
untuk pembangunan berkelanjutan di negara-negara dunia ketiga yang masih sangat
membutuhkan bantuan untuk perbaikan perekonomian di negara mereka.
Adanya solusi ini tidak hanya menyelesaikan konflik di kawasan
laut china selatan tetapi juga bisa membantu memperbaiki perekonomian di negara
dunia ketiga.
[3] Ign. Agung Satyawan, Komunikasi
Negosiasi China terhadap Penyelesaian Sengketa Laut China Selatan, Surakarta.
[4] Anonim, Laut China Selatan, Potensi Konflik Dunia, http://adeltuslolok.com/2012/05/05/laut-china-selatan-potensi-konflik-dunia/
, diakses
tanggal 29 Agustus 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar